Minggu, 20 Juni 2010
bioremediasi
BIOREMEDIASI
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Atau bioremediasi adalah penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan. Bioremediasi merupakan proses penguraian limbah organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali dengan tujuan mengontrol, mereduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar dari lingkungan.
Yang termasuk dalam polutan-polutan antara lain :
a. Logam-logam berat
b. Petroleum hidrokarbon
c. Senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida dll.
Tujuan Bioremediasi yaitu untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
Kelebihan teknologi ini adalah:
a. Relatif lebih ramah lingkungan
b. Biaya penanganan yang relatif lebih murah
c. Bersifat fleksibel.
Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Pendekatan umum untuk meningkatkan kecepatan biotransformasi/ biodegradasi adalah dengan cara:
a. Seeding, mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba indigenous (bioremediasi instrinsik) dan/atau penambahan mikroorganisme exogenous (bioaugmentasi)
b. Feeding, memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi (biostimulasi) dan aerasi (bioventing).
Bioremediasi terbagi dua,yaitu :
a. In situ : dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar
b. Ex situ : tanah tercemar digali dan dipindahkan ke dalam penampungan yang lebih terkontrol. Lalu diberi perlakuan khusus dengan memakai mikroba.
Bioremediasi ex-situ bisa lebih cepat dan mudah dikontrol. Dibanding in-situ, ia pun mampu me-remediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam.
Ada 4 teknik dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi:
a. Stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan nutrien, pengaturan kondisi redoks, optimasi pH, dsb
b. Inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang memiliki kemampuan biotransformasi khusus
c. Penerapan immobilized enzymes
d. Penggunaan tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau mengubah pencemar.
Institut Pertanian Bogor (IPB) menemukan teknologi bioremediasi yang lebih efektif untuk mengatasi limbah tambang. Peneliti dari Program Teknologi Tanah dan Lingkungan IPB, Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa mengatakan di Bogor, teknologi itu memanfaatkan empat jenis bakteri lokal, yang mampu membersihkan limbah lumpur minyak empat kali lebih cepat dan menurunkan kadar merkuri hingga 98,5 persen. Menurut dia, teknologi temuannya ini mampu membersihkan limbah minyak bumi empat kali lebih cepat dibandingkan teknologi bioremediasi yang dikembangkan sebuah perusahaan minyak internasional. "Teknologi ini telah teruji efektifitasnya untuk membersihkan limbah minyak bumi serta tanah tercemar minyak bumi dalam skala besar melalui kerja sama dengan PT Mitra Petroleum Indonesia di Dumai, Riau,"katanya.Teknologi bioremediasi merupakan teknologi yang memanfaatkan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan. Saat ini baru satu perusahaan tambang yang menggunakan teknologi IPB tersebut, sementara kerja sama dengan PT Chevron masih dalam proses, katanya.
Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa menjamin bahwa penggunaan teknologi ini mampu membersihkan limbah lumpur minyak dalam waktu 2,5 bulan untuk areal seluas satu hektare dengan sekitar 3.000 hingga 4.000 ton campuran lumpur minyak dan tanah. Selain lebih cepat, bioremediasi temuan Andreas ini mampu menekan biaya untuk pengolahan limbah. Untuk membersihkan lumpur minyak misalnya, biaya yang bisa dihemat antara 25 hingga 50 persen jika memanfaatkan bioremediasi dengan bakteri Bacillus sp. "Jika menggunakan cara konvensional dibutuhkan biaya antara 25 hingga 30 dolar AS permeter kubik tanah terkontaminasi, dengan menggunakan teknologi temuan IPB ini hanya dibutuhkan 1S hingga 20 dolar AS permeter kubik," katanya. Bahkan untuk menurunkan kadar merkuri dalam limbah dengan menggunakan bakteri Pseudomonas pseudomallei, biaya yang dibutuhkan 1/400 dari teknologi detoksifikasi konvensional yang menggunakan resin. Pada tahun 2005, ia mengembangkan bioreaktor dengan kemampuan detoksifikasi merkuri sebesar 86 persen selama satu jam. Bioreaktor lebih baru yang dikembangkan pada tahun 2007 mampu menurunkan kadar merkuri dalam limbah hingga 98,5-persen dalam waktu hanya 30 menit.
Bioremediasi untuk limbah merkuri ini belum diaplikasikan dalam skala lapangan karena limbah merkuri dihasilkan penambang liar. "Tentunya ini membutuhkan campur tangan pemerintah daerah, agar limbah merkuri yang dihasilkan oleh penambang liar tersebut sebelum mengalir ke sungai bisa diuraikan terlebih dahulu dengan teknologi ini," katanya. Teknologi bioremediasi juga dapat digunakan untuk mengatasi air asam tambang dan logam berat terlarut terutama dari tambang balu bara dengan mengandalkan aktivitas bakteri Desulfotomaculum orientis dan Desulfo-tomaculum sp yang mengubah sulfat dalam air asam tambang menjadi hidrogen sulfida dan kemudian bereaksi dengan logam berat.
Kunci sukses bioremediasi adalah :
a. Dilakukan karakterisasi lahan (site characterization) :
o sifat dan struktur geologis lapisan tanah,
o lokasi sumber pencemar
o perkiraan banyaknya hidrokarbon yang terlepas dalam tanah.
o sifat-sifat lingkungan tanah : derajat keasaman (pH), temperatur tanah, kelembaban hingga kandungan kimia yang sudah ada, kandungan nutrisi, ketersediaan oksigen.
o mengetahui keberadaan dan jenis mikroba yang ada dalam tanah.
b. Treatability study.
o Sesudah data terkumpul, kita bisa melakukan modeling untuk menduga pola distribusi dan tingkat pencemarannya. Salah satu teknik modeling yang kini banyak dipakai adalah bioplume modeling dari US-EPA. Di sini, diperhitungkan pula faktor perubahan karakteristik pencemar akibat reaksi biologis, fisika dan kimia yang dialami di dalam tanah.
o Rekayasa genetika terkadang juga perlu jika mikroba alamiah tak memuaskan hasilnya.
o Treatability study juga akan menyimpulkan apakah reaksi dapat berlangsung secara aerobik atau anaerobik.
Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen” yang mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba” memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya. Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat lebih efisien dalam mengurangi polutan.
Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali dipatenkan adalah bakteri "pemakan minyak". Bakteri ini dapat mengoksidasi senyawa hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat jika dibandingkan bakteri-bakteri jenis lain yang alami atau bukan yang diciptakan di laboratorium yang telah diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil dikomersialkan karena strain rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya dengan jumlah yang terbatas. Strain inipun belum mampu untuk mendegradasi komponen-komponen molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di lingkungan.
Jenis-jenis bioremediasi adalah sebagai berikut:
a. Biostimulasi
Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di dalam air atau tanah tersebut.
b. Bioaugmentasi
Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar. Cara ini yang paling sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Hambatan yang ditemui ketika cara ini digunakan adalah sangat sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroorganisme dapat berkembang dengan optimal. Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi.
c. Bioremediasi Intrinsik
Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.
Kelas zat kimia yang sering diolah dengan bioremediasi adalah sebagai berikut:
Kelas Jenis Bahan Kimia
Fuel hydrocarbons Benzene, Toluene
PAH's (Polychlorinated aromatic hydrocarbons) Creosote
PCB's (Polychlorinated biphenyls) Aroclor
Chlorinated solvents TCE (Trichloroethylene)
Chlorinated aromatic compounds Chlorobenzene
Chlorophenols Pentachlorophenol
Nonhalogenated phenolics 2-Methylphenol
Pesticides 2,4-D, Atrazine
Explosives TNT (2,4,6-Trinitrotuluene)
Nitrogen heterocyclics Pyridine
Radionuclides Plutonium
Anions Nitrate
Metals Lead
Peluang kedepan adalah pengembangan green business yang berbasis pada teknologi bioremediasi dengan :
a. System One Top Solution (close system) dan
b. Dengan pendekatan multi-proses remediation technologies, artinya pemulihan (remediasi) kondisi lingkungan yang terdegradasi dapat diteruskan sampai kepada kondisi lingkungan seperti kondisi awal sebelum Kontaminasi ataupun pencemaran terjadi.
Usaha mencapai total grenning program ini dapat dilanjutkan dengan rehabilitasi lahan dengan melakukan kegiatan phytoremediasi dan penghijauan (vegetation establishement) untuk lebih efektif dalam mereduksi, mengkontrol atau bahkan mengeliminasi hasil bioremediasi kepada tingkatan yang sangat aman lagi buat lingkungan.
Biaya tehnologi Bioremediasi di Indonesia berada didalam kisaran 20-200 USD per meter kubik bahan yang akan diolah (tergantung dari jumlah dan konsentrasi limbah awalserta metoda aplikasi), jauh lebih murah dari harga yang harus dikeluarkan dengan teknologi lain seperti incinerasi dan soil washing (150-600 USD).
Bagi industri, penanganan lahan tercemar dengan teknologi bioremediasi memberikan nilai strategis,yaitu :
a. Effisiensi, kesadaran bahwa banyak sumber daya alam kita adalah non-renewable resources (ex. minyak dan gas), dengan teknologi ramah lingkungan yang cost-effective (seperti bioremediasi) akan secara langsung berimplikasi kepada pengurangan biaya pengolahan.
b. Lingkungan, ketika suatu perusahaan begitu konsern dengan lingkungan, diharapkan akan terbentuk sikap positif dari pasar yang pada akhirnya seiring dengan kesadaran lingkungan masyarakat akan mengkondisikan masyarakat untuk lebih memilih “green Industry” dibanding industri yang berlabel “red industri” atau mungkin “black industry”, evaluasi kinerja industri dalam pengelolaan lingkungan hidup (Proper) sudah mulai dilakukan oleh pemerintah (KLH), diharapkan kedepan, akan terus dikembangkan menjadi pemberian sertifikasi ISO 14001, hasilnya adalah perluasan pasar dengan "greening image".
c. Environmental Compliance, ketaatan terhadap peraturan lingkungan menunjukan bentuk integrasi total dan aktif dari industri terhadap regulasi yang dibangun oleh pemerintah untuk kepentingan masyarakat luas. Sikap ini juga akan memberi penilai positif dari masyarakat selaku konsumen terhadap perusahaan tertentu.
Pemerintah, melalui Kementrian Lingungan Hidup, membuat Payung hukum yang mengatur standar baku kegiatan Bioremediasi untuk mengatasi permasalahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan dan perminyakan serta bentuk pencemaran lainnya (logam berat dan pestisida) disusun dan tertuang didalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.128 tahun 2003 tentang tatacara dan persyaratan teknis dan pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis (Bioremediasi).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar